Zaman dahulu kala, ya mungkin dari berjuta - juta tahun lalu kita tau ada istilah dengan sebutan 'Barter'.
Itu loh alat tukar menukar barang yang mempunyai nilai sama dengan barang yang kita tukar. Belum diketahui pasti masih ada gak ya orang yang pake sistem itu? Siapa tau ada yang nukar lidah buaya dengan kumis kucing, mie goreng dengan mie rebus, atau ya........ apa saja, bisa hati di tukar dengan kasih sayang juga tidak apa kalo mau, terserah kehendak kalian saja.
Baiklah, jika aturannya memang seperti itu. Tapi, apa itu aturan? Bukankah aturan di buat untuk kita langgar?
Waktu itu umur ku sekitar 5 tahun 2 bulan, suka makan eskrim dan cilok. setiap hari sepulang kakak ku sekolah selalu membelikan jajanan untuk ku. Aku tidak punya rasa curiga sedikitpun mungkin dia cuma menyogok aku agar mau menuruti semua perintah ibu saat di rumah. Perintah untuk anak usia 5 tahun tentu saja tidak seberat tugas negara yang harus bergerilya di hutan, ohh... itu bukan tugas yang kakak ku maksud. Setiap hari aku hanya harus belajar membaca melakukan persiapan sebelum masuk sekolah, menulis apapun, dan tentu saja tidur siang yang waktu itu aku yakini sangat tidak asik dibandingkan bermain bersama kawan-kawanku di luar rumah hingga senja.
"dek, teteh punya sesuatu" katanya sambil bernada sombong.
"wah apaan tuh?" tentu saja harus dengan eskpresi seolah-olah bahagia.
"Teteh bisa sulap, daun ini bisa jadi uang" Tambahnya
"bisa buat beli cilok mang Asep ?" ini aku beneran girang
Kakak ku mengambil daun jambu yang kebetulan mau tumbuh dan berkembang di depan rumah kami, kira-kira dia mengambil tiga lembar dan memasukannya ke dalam tangan.
Aku melihat mata kakak ku tertutup dan mulutnya komat-kamit seperti sedang merapalkan sebuah mantra.
fuhh........
"ayo tiup juga" perintahnya
"fuah.." aku tiup dan bebicara dalam hati semoga bisa berubah menjadi uang.
kakak ku menunggu beberapa saat. Tidak lama daun itu berubah menjadi uang. Iya uang dengan gambar pahlawan Imam bonjol. Tentu saja itu sangat berharga di bandingkan dengan uang lima ribu dollar monopoli itu hanya cukup untuk membeli rumah dan hotel tidak dengan cilok mang Asep yang sudah membunyikan sirinenya sejak tadi.
"Nih, buat beli cilok, pake bumbu kacang sama kecap aja ya"
" Siap grak juragan" Suara ku kegirangan dan harus hormat sama tuan putri ini.
Setelah aku membelikan uang sulap itu dengan cilok aku langsung kepikiran dengan pepatah pak tarno bahwa sulap atau magic tidak akan bertahan lama. Ku pikirkan semua itu betul-betul.
" Apa nanti kakak ku tidak akan bisa bermain sulap lagi dan tidak bisa menghasilkan uang? atau uang yang aku bayarkan kepada mang Asep akan kembali berubah menjadi daun jambu seperti sedia kala? atau.... Astaga mungkin cilok ini akan berubah menjadi daun? dia akan tumbuh dan berkembang seperti pohon di depan rumah? Bagaimana ini, cilok nya sudah habis ku makan tanpa di bagi siapa pun.
Semoga kalian semua belum mengerti.
Semoga kalian semua belum mengerti.
dadah..